Nama : Irna Diniasari
Kelas : 3EA13
NPM : 13210623
BAB
10
PENGARUH
KEBUDAYAAN TERHADAP
PEMBELIAN
DAN KONSUMSI
· Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan dalam bahasa Inggris disebut
culture. Kata tersebut sebenarnya berasal dari bahasa Latin = colere yang
berarti pemeliharaan, pengolahan tanah menjadi tanah pertanian. Dalam arti
kiasan kata itu diberi arti “pembentukan dan pemurnian jiwa”. Sedangkan kata
budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu kata buddayah. Kata buddayah
berasal dari kata budhi atau akal. Manusia memiliki unsur-unsur potensi budaya
yaitu pikiran (cipta), rasa dan kehendak (karsa). Hasil ketiga potensi budaya
itulah yang disebut kebudayaan. Dengan kata lain kebudayaan adalah hasil cipta,
rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dengan cipta manusia mengembangkan
kemampuan alam pikir yang menimbulkan ilmu pengetahuan. Dengan rasa manusia
menggunakan panca inderanya yang menimbulkan karya-karya seni atau kesenian.
Dengan karsa manusia menghendaki kesempurnaan hidup, kemuliaan dan kebahagiaan
sehingga berkembanglah kehidupan beragama dan kesusilaan.
Menurut Ki Hajar Dewantara: “Kebudayaan
adalah buah budi manusia dalam hidup bermasyarakat” sedangkan menurut
Koentjaraningrat, guru besar Antropologi di Universitas Indonesia: “Kebudayaan
adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara
belajar”.
Dari uraian di atas dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Kebudayaan
itu hanya dimiliki oleh masyarakat manusia
2. Kebudayaan
itu tidak diturunkan secara biologis melainkan diperoleh melalui proses
belajar, dan
3. Kebudayaan
itu didapat, didukung dan diteruskan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Kebudayaan sangat erat hubungannya
dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan
bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan
yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah
Cultural-Determinism.
· Tempat Seseorang Menemukan
Nilai-Nilai yang Dianutnya
Individu tidak lahir dengan membawa
nilai-nilai (values). Nilai-nilai ini diperoleh dan berkembang melalui
informasi, lingkungan keluarga, serta budaya sepanjang perjalanan hidupnya.
Mereka belajar dari keseharian dan menentukan tentang nilai-nilai mana yang
benar dan mana yang salah. Untuk memahami perbedaan nilai-nilai kehidupan ini
sangat tergantung pada situasi dan kondisi dimana mereka tumbuh dan berkembang.
Nilai-nilai tersebut diambil dengan berbagai cara antara lain:
1. Model
atau contoh, dimana individu belajar tentang nilai-nilai yang baik atau buruk
melalui observasi perilaku keluarga, sahabat, teman sejawat dan masyarakat lingkungannya
dimana dia bergaul.
2. Moralitas,
diperoleh dari keluarga, ajaran agama, sekolah, dan institusi tempatnya bekerja
dan memberikan ruang dan waktu atau kesempatan kepada individu untuk
mempertimbangkan nilai-nilai yang berbeda.
3. Sesuka
hati adalah proses dimana adaptasi nilai-nilai ini kurang terarah dan sangat
tergantung kepada nilai-nilai yang ada di dalam diri seseorang dan memilih
serta mengembangkan sistem nilai-nilai tersebut menurut kemauan mereka sendiri.
Hal ini lebih sering disebabkan karena kurangnya pendekatan, atau tidak adanya
bimbingan atau pembinaan sehingga dapat menimbulkan kebingungan, dan konflik
internal bagi individu tersebut.
4. Penghargaan
dan Sanksi : Perlakuan yang biasa diterima seperti: mendapatkan penghargaan
bila menunjukkan perilaku yang baik, dan sebaliknya akan mendapat sanksi atau
hukuman bila menunjukkan perilaku yang tidak baik.
5. Tanggung
jawab untuk memilih : adanya dorongan internal untuk menggali nilai-nilai
tertentu dan mempertimbangkan konsekuensinya untuk diadaptasi. Disamping itu,
adanya dukungan dan bimbingan dari seseorang yang akan menyempurnakan perkembangan
sistem nilai dirinya sendiri.
· Pengaruh Kebudayaan terhadap
Perilaku Konsumen
Budaya mengacu pada seperangkat nilai,
gagasan, artefak dan simbol yang mempunyai makna, yang membantu individu
berkomunikasi, memberikan tafsiran serta melakukan evaluasi. Budaya tidak hanya
bersifat naluriah saja, namun budaya memberikan dampak pada perilaku yang dapat
diterima didalam masyarakat. Beberapa sikap dan perilaku yang dipengaruhi
budaya, meliputi: (James Engel,2002 :70).
a. Rasa dan ruang
b. Komunikasi dan bahasa
c. Pakaian, penampilan
d. Makanan dan kebiasaan makan
e. Waktu
f. Hubungan (keluarga, organisasi,
pemerintah, dsbnya)
g. Nilai dan norma
h. Kepercayaan dan sikap
i. Proses mental dan pembelajaran
j. Kebiasaan kerja
Konsumen mendapatkan nilai nilai budaya
karena budaya merupakan sesuatu yang bisa dipelajari, saat manusia lahir ia
belajar tentang norma yang berada dilingkungannya, yang dilakukan dengan cara
peniruan (imitation) atau dengan mengamati proses yang terjadi di dalam
masyarakat. Pada saat akan membuat perencanaan iklan perlu diketahui pula nilai
nilai budaya yang dianut oleh konsumen, misalnya tentang cara berpakaian,
selera makanan, cara mereka menghabiskan waktu luang, dan sebagainya.
Budaya selalu ditanamkan dari satu
generasi ke generasi berikutnya, terutama dilakukan melalui lembaga seperti
keluarga, pendidikan, agama, dan sekolah. Sehingga, nilai-nilai budaya yang
ditanamkan sejak kecil melalui keluarga, akan tertanam dalam individu sejak
kecil hingga dewasa, meskipun nilai nilai budaya juga bisa ditanamkan melalui
pendidikan, dimana pendidikan sebagai proses belajar dan transfer ilmu juga
dipakai untuk mengenalkan budaya kepada individu. Individu mengenal budaya dari
sejak sekolah dasar, dan diajarkan untuk mencintai budaya yang ada, sehingga
peran budaya ini akan terbawa dalam sikap dan perilaku konsumen. Budaya senantiasa berkembang dan budaya
menjadi sebuah entitas (entity), dimana budaya merupakan entitas yang melayani
manusia dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan biologis dan sosial dasar dari
masyarakat.
Budaya bersifat adaptif, dimana strategi
pemasaran yang didasarkan pada nilai-nilai masyarakat harus bersifat adaptif.
Budaya beradaptasi dengan perubahan yang terjadi didalam masyarakat, sehingga
untuk mengenali trend yang ada didalam masyarakat serta menciptakan strategi
pemasaran yang tepat, harus mengacu pada nilai budaya yang ada dalam
masyarakat, karena hal-hal yang terjadi didlam masyarakat bisa saja
kontroversial tetapi dengan adanya budaya, maka perubahan yang terjadi didalam
masyarakat dapat diprediksi dengan menggunakan budaya setempat.
· Struktur Konsumsi
Secara matematis struktur konsumsi yaitu
menjelaskan bagaimana harga beragam sebagai hasil dari keseimbangan antara
ketersediaan produk pada tiap harga (penawaran) dengan kebijakan distribusi dan
keinginan dari mereka dengan kekuatan pembelian pada tiap harga (permintaan).
Grafik ini memperlihatkan sebuah pergeseran ke kanan dalam permintaan dari D1
ke D2 bersama dengan peningkatan harga dan jumlah yang diperlukan untuk mencapai
sebuah titik keseimbangan (equibilirium) dalam kurva penawaran (S).
· Dampak Nilai-Nilai Inti terhadap
Pemasar
1. Kebutuhan
Konsep dasar yang melandasi pemasaran
adalah kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia adalah pernyataan dari rasa
kahilangan, dan manusia mempunyai banyak kebutuhan yang kompleks. Kebutuhan
manusia yang kompleks tersebut karena ukan hanya fisik (makanan, pakaian,
perumahan, dll), tetapi juga rasa aman, aktualisasi diri, sosialisasi,
penghargaan, kepemilikan. Semua kebutuhan berasal dari masyarakat konsumen,
bila tidak puas consumen akan mencari produk atau jasa yang dapat memuaskan
kebutuhan tersebut.
2. Keinginan
Bentuk kebutuhan manusia yang dihasilkan
oleh budaza dan kepribadian individual dinamakan keinginan. Keinginan
digambarkan dalam bentuk obyek yang akan memuaskan kebutuhan mereka atau
keinginan adalah hasrat akan penawar kebutuhan yang spesifik. Masyarakat yang
semakin berkembang, keinginannya juga semakin luas, tetapi ada keterbatasan
dana, waktu, tenaga dan ruang, sehingga dibutuhkan perusahaan yang bisa
memuaskan keinginan sekaligus memenuhi kebutuhan manusia dengan menenbus
keterbatasan tersebut, paling tidak meminimalisasi keterbatasan sumber daya.
Contoh: manusia butuh makan, tetapi keinginan untuk memuaskan lapar tersebut
terhgantung dari budayanya dan lingkungan tumbuhnya.
3. Permintaan
Dengan keinginan dan kebutuhan serta
keterbatasan sumber daya tersebut, akhirnya manusia menciptakan permintaan akan
produk atau jasa dengan manfaat yang paling memuaskan. Sehingga muncullah istilah
permintaan, yaitu keinginan menusia akan produk spesifik yang didukung oleh
kemampuan dan ketersediaan untuk membelinya.
· Perubahan Nilai
Budaya juga perlu mengalami perubahan
nilai. Ada beberapa aspek dari perlunya perluasan perubahan budaya yaitu :
1. Budaya
merupakan konsep yang meliputi banyak hal atau luas. Hal tersebut termasuk
segala sesuatu dari pengaruh proses pemikiran individu dan perilakunya. Ketika
budaya tidak menentukan sifat dasar dari frekuensi pada dorongan biologis
seperti lapar, hal tersebut berpengaruh jika waktu dan cara dari dorongan ini
akan memberi kepuasan.
2. Budaya
adalah hal yang diperoleh. Namun tidak memaksudkan mewarisi respon dan
kecenderungan. Bagaimanapun juga, bermula dari perilaku manusia tersebut.
3. Kerumitan
dari masyarakat modern yang merupakan kebenaran budaya yang jarang memberikan
ketentuan yang terperinci atas perilaku yang tepat.
· Perubahan Institusi
Nilai budaya memberikan dampak yang
lebih pada perilaku konsumen dimana dalam hal ini dimasukkan kedalam
kategori-kategori umum yaitu berupa orientasi nilai-nilai lainnya yaitu
merefleksi gambaran masyarakat dari hubungan yang tepat antara individu dan
kelompok dalam masyarakat. Hubungan ini mempunyai pengaruh yang utama dalam praktek
pemasaran. Sebagai contoh, jika masyarakat menilai aktifitas kolektif, konsumen
akan melihat kearah lain pada pedoman dalam keputusan pembelanjaan dan tidak
akan merespon keuntungan pada seruan promosi untuk “menjadi seorang
individual”. Dan begitu juga pada budaya yang individualistik. Sifat dasar dari
nilai yang terkait ini termasuk individual/kolektif, kaum muda/tua,
meluas/batas keluarga, maskulin/feminim, persaingan/kerjasama, dan
perbedaan/keseragaman.
Individual/kolektif
Budaya individualis terdapat pada budaya
Amerika, Australia, Inggris, Kanada, New Zealand, dan Swedia. Sedangkan Taiwan,
Korea, Hongkong, Meksiko, Jepang, India, dan Rusia lebih kolektifis dalam
orientasi mereka. Nilai ini adalah faktor kunci yang membedakan budaya, dan konsep
diri yang berpengaruh besar pada individu. Tidak mengherankan, konsumen dari
budaya yang memiliki perbedaan nilai, berbeda pula reaksi mereka pada produk
asing, iklan, dan sumber yang lebih disukai dari suatu informasi. Seperti
contoh, konsumen dari Negara yang lebih kolektifis cenderung untuk menjadi
lebih suka meniru dan kurang inovatif dalam pembelian mereka dibandingkan
dengan budaya individualistik. Dalam tema yang diangkat seperti ” be your self”
dan “stand out”, mungkin lebih efektif dinegara amerika tapi secara umum tidak
di negara Jepang, Korea, atau Cina.
Usia muda/tua
Dalam hal ini apakah dalam budaya pada
suatu keluarga, anak-anak sebagai kaum muda lebih berperan dibandingkan dengan
orang dewasa dalam pembelian. Dengan kata lain adalah melihat faktor budaya
yang lebih bijaksana dalam melihat sisi dari peran usia. Seperti contoh di
Negara kepulauan Fiji, para orang tua memilih untuk menyenangkan anak mereka
dengan membeli suatu barang. Hal ini berbeda dengan para orang tua di Amerika
yang memberikan tuntutan yang positif bagi anak mereka. Disamping itu, walaupun
Cina memiliki kebijakan yang mengharuskan untuk membatasi keluarga memiliki
lebih dari satu anak, tetapi bagi budaya mereka anak merupakan “kaisar kecil”
bagi mereka. Jadi, apapun yang mereka inginkan akan segera dipenuhi. Dengan
kata lain, penting untuk diingat bahwa segmen tradisional dan nilai masih
berpengaruh dan pera pemasar harus menyesuaikan bukan hanya pada lintas budaya
melainkan juga pada budaya didalamnya.
Luas/batasan keluarga
Yang dimaksud disini adalah bagaimana
keluarga dalam suatu budaya membuat suatu keputusan penting bagi anggota
keluarganya. Dengan kata lain apakah peran orang dewasa (orang tua) memiliki
kebijakan yang lebih dalam memutuskan apa yang terbaik bagi anaknya. Atau malah
sebaliknya anak-anak memberi keputusan sendiri apa yang terbaik bagi diri
mereka sendiri. Dan bisa dikatakan juga bahwa pengaruh pembelian oleh orang tua
akan berpengaruh untuk seterusnya pada anak. Seperti contoh pada beberapa
budaya yaitu seperti di Meksiko, sama halnya dengan Amerika, peran orang dewasa
sangat berpengaruh. Para orang tua lebih memiliki kecenderungan dalam mengambil
keputusan dalam membeli. Begitu juga para orang dewasa muda di Thailand yang
hidup sendiri diluar dari orang tua atau keluarga mereka. Tetapi ketergantungan
dalam membeli masih dipengaruhi oleh orang tua maupun keluarga mereka. Yang
lain halnya di India, sesuatu hal yang akan dibeli diputuskan bersama-sama
dalam satu keluarga yaitu seperti diskusi keluarga diantara mereka.
Sumber:
http://juwitaaroem.blogspot.com/2012/11/pengaruh-kebudayaan-terhadap-pembelian.html
http://gilangjaelani.blogspot.com/2011/10/pengaruh-kebudayaan-terhadap-pembelian.html
http://esty.staff.uns.ac.id/pengaruh-budaya-terhadap-perilaku-konsumen/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar